Goyang Karawang, Apa Itu ???
Goyang Karawang adalah istilah gaya menari dari Karawang yang khas dengan goyang pinggulnya. Sedangkan secara filosofis, Goyang Karawang sering dinisbatkan kepada semangat orang Karawang dalam perjuangan untuk menggoyang kekuasaan penjajah atau untuk menunjukkan eksistensi Karawang dengan berbagai potensinya pada dunia luar.
Secara umum, dan ini yang dipahami semua orang, Goyang Karawang adalah gaya menari rancak dan khas dari para penari Karawang tempo dulu. Menurut para seniman, gaya tarian Goyang Karawang memiliki perbedaan dengan gaya menari tradisional dari daerah lainnya di Jawa Barat. Tarian Goyang Karawang berdasar pada eksplorasi gerak pinggul yang cenderung erotis. Tarian tersebut berakar pada seni tradisi topeng banjet, ketuk tilu, pencak silat dan seni kliningan. Ke sininya Goyang Karawang identik dengan Seni Jaipong. Singkatnya Goyang Karawang adalah gugusan ekspresi seni khas Karawang jaman dulu.
Tidak diketahui pasti sejak kapan istilah Goyang Karawang muncul. Komunitas seni Topeng Banjet menyebut istilah itu mulai popular awal tahun 1980-an. Seniman lain menyebut sejak tahun 1970 sudah ada istilah itu. Penyanyi dangdut Iis Karlina mempopulerkan istilah itu secara massif tahun 1991 lewat lagu berjudul Goyang Karawang. Lagu itu meledak di pasaran dan istilah Goyang Karawang lebih banyak lagi dikenal orang. Tapi cerita para orang tua Karawang juga menyebut istilah Goyang Karawang sudah dikenal sejak masa revolusi perjuangan untuk menyebut tingginya semangat perjuangan masyarakat Karawang melawan penjajah.
Istilah Goyang Karawang dalam persepsi banyak orang merujuk pada gaya menari khas para penari Karawang. Gaya menarinya erotis dan penuh dengan sensualitas. Seiring perkembangan jaman gaya menari seperti itu mulai dipandang negatif karena dianggap terlalu vulgar dan berlebihan menonjolkan sisi sensitif tubuh perempuan. Akhirnya banyak orang Karawang sendiri yang menolak penyematan istilah Goyang Karawang pada gaya tari seperti itu karena dianggap merugikan nama Karawang.
Gaya tari Karawang berbeda dengan gaya tari daerah lain di Tatar Pasundan. Hal itu karena dipengaruhi oleh pola hidup, profesi dan lingkungannya. Masyarakat Karawang jaman dulu adalah ekosistem agraris. Hidupnya sederhana. Terbuka. Dan ekspresinya jujur dan apa adanya. Kehidupan agraris tidak memungkinkan mereka memiliki potensi dan waktu untuk memikirkan kehidupan sosial politik yang kompleks ataupun memikirkan kreasi seni yang rumit. Mereka bicara, bertindak dan berkreasi sesuai apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan langsung. Proses berpikir kreatif masyarakat Karawang dahulu lebih sederhana. Itulah sebabnya kesenian Karawang jaman dulu banyak mengambil inspirasi dari benda-benda sekitar dan dinamika aktifitas sehari-hari. Ditambah lagi dengan minimnya tradisi literasi maka konsep rekayasa kata dalam olah seni mereka terbilang langka. Dan semua latar belakang hidup berupa profesi, lingkungan dan corak hidup sehari-hari itu yang kemudian terkristalisasi juga ke dalam cara mereka berekspresi seni tari.
Masyarakat Karawang jaman dulu dengan segala keterbatasannya tidak sampai ada waktu dan potensi untuk memikirkan cara gerak tubuh penuh simbol ala tarian kraton, ataupun merumuskan etika pertunjukan umum yang sopan dan santun menurut pandangan publik Priangan. Karena masyarakat Karawang menciptakan seni tidak untuk mendapatkan pengakuan atau kehormatan dari pihak lain. Mereka menari untuk diri mereka sendiri. Mereka menari untuk menghibur teman dan tetangga. Dan karena hubungan sesama mereka sudah akrab maka cara menarinyapun adalah tarian keakraban atau tarian pergaulan. Mereka menari terbuka dan penuh kejujuran. Tidak ada pihak seperti pejabat atau penguasa yang harus diperhatikan penilaiannya. Mereka menari untuk kesenangan hidup mereka setelah seharian lelah di sawah dan ladang. Mereka perlu hiburan. Dan itulah yang dibutuhkan oleh masyarakat pertanian Karawang. Dan ketika permintaan hiburan makin ramai maka lahirlah kelompok-kelompok seni dan para penarinya yang disebut Ronggeng.
Para ronggeng tidak seperti penari istana yang mendapat didikan etika dan gaya tari yang ketat dan njelimet. Mereka hanyalah para perempuan desa biasa yang yang karena tuntutan ekonomi akhirnya memilih profesi sebagai ronggeng. Mereka belajar menari. Tapi tidak dari konsep tari rumusan para pujangga. Mereka belajarnya dari olah rasa dan olah gerak seraya dibimbing penari yang lebih senior. Dan saking khasnya gaya tarian mereka akhirnya masyarakat luar daerah menyebut tariannya sebagai Goyang Karawang. Tetapi kemudian ada sebagaian ronggeng yang berlebihan dalam memainkan profesinya dihadapan para penonton lelakinya. Dan inilah yang kemudian melahirkan pandangan bahwa para penari ronggeng itu adalah penggoda lelaki orang dan perusak rumah tangga. Padahal pada mulanya ronggeng adalah profesi mulia bagi perempuan desa. Tidak sembarang perempuan bisa jadi ronggeng. Mereka dipilih dan terpilih. Bahkan banyak ronggeng-ronggeng legendaris di Tanah Karawang yang perannya bukan sebatas menari, tapi juga memainkan skenario sosial yang rumit. Tapi karena banyak ronggeng yang dianggap merusak rumah tangga orang akhirnya nama baik para penari tradisional tadi jadi jelek. Dan karena di Karawang banyak penari ronggeng maka timbullah persepsi umum jika perempuan Karawang itu tukang rebut lelaki orang. Dan stigma itu berlangsung sampai sekarang meskipun kelas Ronggeng-nya sendiri sudah punah.
Akhirnya semua pandangan negatif tentang ronggeng berujung pada negativitas Goyang Karawang. Sebagian orang, termasuk warga Karawangnya sendiri tidak mau istilah Goyang Karawang dihubungkan dengan tarian yang berakar pada sejarah ronggeng, yakni tarian yang rancak dan cenderung menonjolkan sisi sensualitas tubuh perempuan. Padahal dari gaya tari seperti itulah lahirnya istilah Goyang Karawang.
Kita harus menghargai sejarah para ronggeng karena merekalah yang telah berjasa mewariskan seni tari di Karawang. Yang membuat seni tari lestari di Karawang bukanlah penguasa apalagi puteri-puteri manja keraton. Tetapi perempuan dari desa-desa Karawang yang disebut ronggeng. Lekatnya sejarah ronggeng di Karawang bahkan terawetkan ke dalam banyak cerita rakyat dan situs-situs peninggalannya di banyak tempat di karawang seperti di Batu Ronggeng Kebon Jambe, Pasir Ronggeng Telukjambe, Leuwi Ronggeng Klari dan lainnya.
Tapi kemudian menjadi aneh ketika anak cucu Karawang kemudian menolak sejarah mereka dan menilai jelek pada konsepsi tarian yang mereka lahirkan. Padahal jaman sudah menghukum mereka dengan menghapus kelas ronggeng di muka bumi. Jaman juga sudah menghukum mereka dengan semakin punahnya gaya asli tarian Goyang Karawang karena para penari Karawang sekarang jauh lebih lembut dan cantik dalam menari. Jadi tak harus kita ikut menghukum mereka dengan menolak penyematan istilah Goyang Karawang pada seni tari tradisional. Dalam persepsi kebudayaan, Goyang Karawang bukan lagi sebatas tarian, tapi telah menjadi delegasi sejarah Karawang masa silam, dimana melalui pembacaan utuh terhadap eksistensinya kita bisa mengenal pandangan, tata nilai, pola hidup dan aktualisasi diri masyarakat Karawang dahulu. Jika Goyang Karawang dinilai negatif karena goyangannya, demikian pula Pelet Jampang dan Debus Banten bisa dinilai negatif karena campur tangan ke-gaibannya. Lagipula bukankah yang namanya tarian pasti ada goyangannya?
Jadi, mari jujur pada sejarah. Karawang tidak bisa dilepaskan dari peran dua kelas ini : Ronggeng dan Jawara. Dan banggalah dengan sejarah itu. Barudak Sukabumi menunjukkan betapa mereka bangga dengan Pelet dan teluh Jampang padahal keduanya termasuk ilmu hitam. Barudak Banten bangga dengan seni debusnya. Jadi kenapa harus malu dengan Sejarah Ronggeng Karawang? Pantun Pajajaran Ronggeng Tujuh Kalasirna bahkan menjelaskan panjang lebar bahwa dalam tinjauan kosmologis lokal para ronggenglah, dan bukan para pejabat Sunda manja, yang sekarang ini sedang berjuang bagi Kebangkitan Orang Sunda.
Sebagai catatan, saya sih bukan pendukung Ronggeng ataupun sensualitas dalam Goyang Karawang. Saya hanya perlu berbagi ide bahwa dalam persepsi kebudayaan kita perlu jujur dengan sejarah masa silam. Dahulu Karawang pernah diramaikan oleh kelas Ronggeng dan mereka telah berjasa pula mengawetkan seni tradisional Karawang.
(Asep R Sundapura)
Post a Comment