Terkait INDORENUS, Yayasan Rimbun Raya Menguak Fakta
Dalam permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 17 Tahun 2012 menyatakan kawasan KARS PANGKALAN merupakan wilayah KBAK Lindung Geologi.
Maka dari itu kami akan merunut dari beberapa sumber yang kami dapat terkait adanya tindak pidana pada setiap alih fungsi atau pemampaatan daerah KBAK.
Kami muali dari dasar hukum
Beranjak Dasar Hukum Mengenai Kawasan Lindung.
Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) menentukan bahwa
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. Selanjutnya dalam Pasal 33 ayat (4) menentukan
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
Atas dasar ketentuan Undang – Undang Dasar ini maka, pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disebut UUPPLH, yang menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengamanatkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Sebelum lahirnya UUPPLH pemerintah telah mengupayakannya.
Keputusan presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang mengamanatkan bahwa upaya pengelolaan kawasan lindung
mencakup kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya
seperti (kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air),
kawasan perlindungan setempat (sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan
sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air), kawasan suaka alam dan
cagar budaya (kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan
lainya, kawasan pantan berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya dan
taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan) dan kawasan
rawan bencana alam.
Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990, pada dasarnya merupakan
“dasar hukum kebijakan pengelolaan kawasan lindung”, yang ditetapkan atas
dasar berbagai perundangan, peraturan pemerintah dan keputusan Presiden.
Sedangkan pelaksanaan programnya didasarkan atas:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional.
b. Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 tahun 2012 tentang Penetapan
Kawasan Bentang Alam Karst.
c. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 tahun 2013 tentang
Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan
Lindung.
d. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Lingkungan Geologi.
e. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Karst di Jawa Barat.
Ketentuan Pidana Kawasan Lindung.
Kawasan lindung merupakan bagian dari lingkungan hidup, sanksi
pidana di dalam hukum lingkungan mencakup dua macam kegiatan, yakni
perbuatan mencemari lingkungan dan perbuatan merusak lingkungan.
Dalam sistem hukum Indonesia, sanksi – sanksi pidana yang dapat dikenakan pada
pelaku perbuatan mencemari lingkungan dan perbuatan merusak lingkungan
terdapat dalam sejumlah Undang – Undang yaitu
Undang – Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH),
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, dan
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan.
UUPPLH, dalam penjelasan umum, memandang hukum pidana sebagai
upaya terakhir (ultimum remedium) bagi tindak pidana formil tertentu,
sementara untuk tindak pidana lainnya yang diatur selain Pasal 100 UUPPLH,
tidak berlaku asas ultimum remedium, yang diberlakukan asas premium
remedium (mendahulukan pelaksanaan penegakan hukum pidana).Asas ultimum remedium menempatkan penegakan hukum pidana sebagai pilihan
hukum yang terakhir.
Ketergantungan penerapan hukum pidana disandarkan
pada keadaan sanksi administrasi yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi, atau
pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.
Rumusan ketentuan pidana dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun
2009 (UUPPLH) memuat rumusan delik materiil dan delik formil. Delik
materiil adalah delik atau perbuatan yang dilarang oleh hukum yang dianggap
sudah sempurna atau terpenuhi apabila perbuatan itu menimbulkan akibat.
Delik formil adalah delik atau perbuatan yang dilarang oleh hukum yang sudah
dianggap sempurna atau terpenuhi begitu perbuatan itu dilakukan tanpa
mengharuskan adanya akibat dari perbuatan.
Delik materiil yang terdapat dalam UUPPLH terdapat dalam Pasal 98
dan Pasal 99 yaitu setiap orang yang dengan sengaja atau kelalaiannya.
Selain dikenai sanksi administrasi dan sanksi pidana serta denda, setiap
orang atau badan yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan daerah akan
dapat dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, biaya paksaan
penegakan hukum merupakan penerimaan daerah dan disetorkan ke kas Daerah.
Dalam Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Lindung terutama
Kawasan Bentang Alam Karst, terdapat beberapa regulasi yang dikeluarkan
oleh Pemerintah yaitu, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun
2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan
Lindung, dalam bab XIII terdapat ketentuan pidana pada pasal 54 sampai
dengan pasal 55 yang berbunyi :
Pasal 54 :
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 42, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan Daerah
dan disetorkan ke Kas Daerah.
Selanjutnya dalam Pasal 55 menyebutkan:
Setiap pemberi izin yang melanggar ketentuan Pasal 43 diancam pidana
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Larangan dalam Pemanfataan kawasan lindung di dalam Perda Provinsi
Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2013 terdapat dalam pasal 42 yang berbunyi:
Setiap orang dilarang:
a. memanfaatkan kawasan lindung di Daerah tanpa izin dan/atau tidak
sesuai dengan izin berdasarkan rencana induk pelestarian dan
pengendalian pemanfaatan kawasan lindung; dan/atau
b. memanfaatkan kawasan lindung di Daerah yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang, konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, kehutanan, sumberdaya air,
cagar budaya, perlindungan lingkungan geologi, pengendalian dan
rehabilitasi lahan kritis, pengurusan hutan mangrove dan hutan pantai,
pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil, pelestarian warisan budaya, serta pertambangan.
Sedangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Lingkungan Geologi, terdapat ketentuan
pidana dalam pasal 18 yang berbunyi:
(1) Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 11 Ayat (2) dan Pasal 14 Peraturan
Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
paling besar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(2) Denda sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini disetorkan pada Kas
Daerah.
(3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, tindak
pidana kejahatan dan atau tindakan yang menyebabkan perusakan dan
pencemaran lingkungan geologi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Daerah ini, diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Adapun bunyi pasal 11 dan pasal 14 adalah sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Tahap awal dari kegiatan inventarisasi adalah survai dan penelitian.
(2) Survai dan penelitian sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini dapat
dilakukan oleh pihak lain setelah mendapatkan izin dari Gubernur.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) pasal in dituangkan dalam Surat
Izin Penelitian yang diterbitkan oleh Dinas.
(4) Ketentuan pelaksanaan survai dan peneliian sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) dan (2) pasal ii serta tata cara pemberian izinnya diatur lebih lanjut
oleh Gubernur.
Pasal 14
Setiap perencanaan pengembangan wilayah yang berada pada wilayah yang
telah ditetapkan menjadi Kawasan Cagar Alam Geologi, Kawasan resapan Air
dan Kawasan Karst sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini wajib
mendapatkan pertimbangnan geologi dari Dinas.
Dari ulasan diatas kita bisa sipulkan dasar-dasar hukum pidana yang akan menjerat si pemberi izin atau dari pihak PT.Indorenus jika tetap bersikeras akan melakukan kegiatan usaha diatas daera KBAK maka dari itu kami dari penggiat Rimbun Raya mendorong pihak kepolisian untuk mengusut perizinan PT.Indorenus yang sudah atau yang sedang dilakukan dalam pemberkasan amdal dan kami minta pihak kepolisian untuk menghentikan segala bentuk pertamabangan didalam daerah Kawasan Bentang Alam Karst Pangkalan karena dalam paparan amdal sudah jelas PT.Indorenus akan melakukan striping bahkan cut and file pada karst pangkalan tepatnya sesuai pada apa yang dimohonkan pada izin lokasi sebelumnya.
Kami juga ikut meminta pihak kepolisian polres karawang pihak kodim 0604 karawang dan kejaksaan negri karawang ikut aktif memantau segala kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan perusakan karst serata memberikan sangsi beramdasarkan atas undang-undang dan peraturan pemerintah serta turunanya yang berlaku.
Kami rimbun raya secar tegas MENOLAK Pembrerian izinan kepada PT.Indorenus yang akan membuka daerah wisata di atas lahan karst (KBAK)
Wasalam
#rimbun_raya
Post a Comment